ANT-MAN AND THE WASP (2018) REVIEW : Smaller Scale But Big Heart
ANT-MAN AND THE WASP (2018) REVIEW
Avengers : Infinity War yang rilis akhir April lalu telah mengubah bagaimana film tentang superhero Marvel menetapkan sebuah standar. Serta, memunculkan banyak pertanyaan yang perlu dijawab di akhir film Avengers : Infinity War. Setelah banyak klimaks yang hadir lewat Avengers : Infinity War, Marvel memberikan sebuah rencana lain untuk membuat penggemarnya sedikit ketenangan sambil menunggu lanjutan dari Avengers : Infinity War.
Ant-Man and The Wasp menjadi back up plan dari Marvel bagi penggemar agar sedikit merelaksasi pikirannya dari plot cerita yang cukup banyak ketegangan dari Avengers : Infinity War. Sekuel dari Ant-Man and The Wasp ini kembali disutradarai oleh Peyton Reed dan berganti penulis naskah dari Edgar Wright dan Joe Cornish ke Chris McKenna dan 4 orang lainnya. Tetapi, yang perlu diperhatikan adalah Paul Rudd masih memiliki kontrol atas naskah dari film Ant-Man ini.
Tentu saja Paul Rudd tetap menjadi sosok Scott Lang ini dan problematikanya pun tetap berada di jalur yang lebih kecil dibanding film-film Marvel lainnya. Ant-Man selalu menelisik ranah kekeluargaan dan dirilis setelah film Avengers telah dirilis. Film pertamanya yang dirilis setelah Age of Ultron, kini giliran Ant-Man and The Wasprilis setelah Infinity War. Mungkin, Ant-Man and The Wasp memiliki skala pendekatan yang jauh lebih intimate dan sempit, tetapi hati yang besar hadir di film ini dan menjadi peredam yang manjur setelah banyak klimaks yang terjadi di beberapa film Marvel sebelumnya.
Ant-Man and The Wasp tetap memberikan konflik yang tak muluk-muluk dan menjadikannya sebagai ciri khas yang menempel di film-film Ant-Man. Tetapi, kesederhanaan yang ada di setiap konfliknya inilah yang menjadi kekuatan di dalam filmnya. Ranah personal tentang orang-orang yang disayangi, keluarga, dan persahabatan yang kental adalah area bermain bagi Peyton Reed saat mengembangkan karakter Scott Lang di film Ant-Man and The Wasp.
Dengan begitu, karakter Scott Lang ini akan terasa dekat kepada penontonnya. Banyak yang menyayangkan kehadiran plot cerita milik Ant-Man and The Wasp tak bisa sebesar dan megah seperti film-film Marvel lainnya. Konflik ceritanya yang dalam ranah yang sempit itu pun sudah ditegaskan lewat karakter berkekuatan supernya yang juga memiliki kemampuan mengecilkan dirinya seukuran semut. Meski begitu, Peyton Reed mampu meracik bumbu di dalam Ant-Man and The Wasp sehingga memiliki cita rasa yang akan dirindukan oleh penggemar film superhero Marvel.
Ant-Man and The Wasp mengulik kehidupan Scott Lang (Paul Rudd) paska apa yang dia lakukan setahun setelah Captain America : Civil War. Dirinya kali ini kembali menjadi seorang tahanan, tetapi dia adalah tahanan rumah. Sesekali Scott Lang masih bisa bermain dengan Cassie (Abby Ryder Forston), anaknya yang mengunjunginya di rumah. Banyak hal yang berusaha dilakukan oleh Scott agar tidak merasa bosan saat menjadi tahanan rumah.
Hingga suatu ketika, Scott Lang ‘bertemu kembali’ dengan Hope (Evangeline Lily) dan Dr. Hank Pym (Evangeline Lily) yang sedang dalam proses membuat terowongan menuju Quantum Realm. Hal ini sangat kebetulan karena Scott juga mendapatkan sebuah mimpi tentang anak kecil dan seseorang di Quantum Realm. Tetapi, proyek milik Hank Pym ini harus diselamatkan karena ada sosok bernama Ghost (Hannah John-Kamen) yang ingin menghalangi proyek ini dengan motif misterius.
Sayangnya, saat menceritakan sosok misterius bernama Ghost ini Ant-Man and The Wasp memang kewalahan. Sehingga, Ant-Man and The Wasp harus kembali berhadapan dengan problematika lama film-film stand alone milik Marvel sebelumnya yang memiliki karakter villainyang lemah. Ghost memang hadir dengan screen time yang cukup banyak. Hanya saja, kehadirannya di dalam film ini hanya sebagai formalitas seorang penjahat yang harus berhadapan dengan sang manusia super.
Tak ada pembangunan karakter yang akan berdampak signifikan dengan presentasi Ant-Man and The Wasp. Tetapi, Peyton Reed tahu bahwa apa yang diarahkannya ini sebenarnya adalah sebuah film keluarga dalam sebuah film superhero. Sehingga, pendekatannya tak berusaha untuk menjadi terobosan baru melainkan menggunakan formula lama. Tetapi, Peyton Reed masih bisa menjadikan Ant-Man and The Wasp menjadi sesuatu yang sangat menghibur.
Peyton Reed tahu akan porsinya dalam mengarahkan Ant-Man and The Wasp. Film ini memiliki pacing yang sangat pas meski dengan konflik yang cukup tumpang tindih. Kesederhanaan dalam mengemas Ant-Man and The Wasp butuh ketelitian dari Peyton Reed. Kesederhanaan inilah yang membuat Ant-Man and The Wasp begitu kaya akan rasa. Semuanya mengalir tanpa ada hambatan mulai dari penyampaian cerita, sekuens aksi, hingga lelucon riuh yang berkolaborasi menjadi satu.
Semuanya bersautan satu sama lain dengan penempatan yang tak tumpang tindih, berada di timing yang tepat. Sehingga, 120 menit milik Ant-Man and The Wasp ini sangat terasa pas untuk bercerita. Peyton Reed sepertinya memiliki misi Herbal Tradisional Daun Sirih untuk mendekatkan dan mengembangkan karakter Scott Lang sebagai superhero baik untuk dunia maupun keluarganya kepada penonton. Sehingga, penonton akan mudah merasa dekat dan menaruh simpati kepada karakternya.
Caranya untuk fokus terhadap konflik dari Scott Lang adalah untuk menumbuhkan hati yang sangat besar saat berbicara tentang keluarga dan menyelamatkan dunia. Tujuan akhir dari Ant-Man and The Wasp saat menghadapi musuhnya adalah kembali ke orang-orang yang mereka sayangi. Meski dengan skala yang lebih kecil, Ant-Man and The Wasp dirasa perlu untuk hadir di tengah gempuran film superhero Marvel. Ant-Man and The Wasp adalah medium untuk mengingatkan penontonnya untuk kembali memikirkan hal-hal kecil di sekitar mereka, terutama tentang keluarga.
Post a Comment